Perang Malamku
Malam ini terasa lebih aneh dari malam-malam yang aneh
sebelumnya, begitu sepi dan lengang, tak ada suara apapun dikamarku,
dinding,pintu dan atap kamar yang biasanya selalu berbicara disetiap malam,
malam ini sepertinya mereka bisu. Tak ada aktivitas sedikitpun, membuatku
merasa aneh, merasa aneh dengan kamarku sendiri. Karena sudah terbiasanya aku
dengan kamarku yang selalu ramai oleh suara-suara benda di kamarku.
Ternyata aku tahu apa yang membuat suara-suara itu tak
terdengar oleh telingaku, di luar sana, di ujung lorong panjang berkumpul
puluhan makhluk yang mereka sebut itu manusia, anak-anak, remaja hingga
bapak-bapak dan ibu-ibupun ikut berkumpul di sana. Dari genggaman tangan mereka
terselip benda, meski tak jelas namun aku tahu apa yang mereka genggam.
Di dalam kamarku, aku berusaha memejamkan mataku, memfokuskan
pendengaranku hanya pada suara-suara di dalam kamarku. Tapi, di luar sana, aku
perkirakan 200 meter dari kamarku, terdengar suara letusan-letusan yang begitu
keras, seketika aku membayangkan dengan mata yang masih terpejam, aku berada di
tengah-tengah perang saudara dengan hujan peluru, hantaman nuklir, letusan
tanah yang berhamburan karena ledakan bom, dikelilingi wajah-wajah yang
berdarah, langit hitam dan suara jeritan-jeritan, para wanita tua yang berlari
sekuat tenaga dengan menggendong buahh hatinya, berharap menemukan tempat
berlindung dan meneruskan hidup bersama anaknya, para orang awam yang tak
dilengkapi oleh senjata hanya dapat berlari tunggang langgang menyelamatkan
hidupnya, malam itu hanya ada hitam dan merah.
Hitam di atas sana hanya dapat menyaksikan ceceran marah di
bawahnya, bau anyir yang menyebar terbawa hembusan angin, suara ledakan dan
tembakan yang masih saja aku lihat dari pejaman mataku. Deru tangisan
bocah-bocah kecil yang kehilangan orang tua mereka, dihadapan mereka tergeletak
tubuh lemas yang bersimbahkan merah darah, tubuh-tubuh orang tua mereka yang
sudah tak bernyawa lagi.
Aku mendengar suara trompet ditengah-tengah perang ini,
apakah sang penguasa mengutus jendralnya untuk meniup trompet kematian? Semakin
membuatku gusar dalam imajinasiku sendiri, sialan mereka semua.
Sesaat hilang pemandangan yag sempat membuatku merasa ngeri,
aku buka mata ku, dan ku lihat ke seluruh penjuru kamarku, masih sama. . .
mereka masih tak bersuara, tak seperti malam-malam sebelumnya, lemari besar
tepat disamping kanan tempat tidurku tak membuka mulut lebarnya itu, padahal
sering kali mulut lebarnya itu bersuara dan terbuka saat aku tertidur. Dan
malam ini lemari besarku hanya akan mengeluarkan suara saat ku pukul dengan
genggaman tanganku. Dalam pikirku, ada apa dengan mereka semua? Apakah kini
mereka telah berubah kebentuk asli mereka? Dinding, yaa hanya akan jadi dinding
yang keras dan jadi tempat bersarangnya paku yang ku tancapkan. Lemari besar
yang hanya akan menjadi tempat penyimpanan gaun-gaun mewah dan yang memiliki
harga fantastis, yang aku beli di pasar, bukannya mall seperti kebanyakan
orang-orang yang sok kaya.
Ciiiiiiittt jeeeddaaarrr. . . kembali aku dengar suara
letusan itu, membuatku sedikit geram, karena suasana yang ku alami saat ini.
Suara-suara jeritan yang terdengar lumayan keras dikamarku, membuatku ingin
berlari keluar dan ikut berteriak kencang di antara mereka, “DIAMLAH KALIAN,
SUARA KALIAN ANEH” haaah. . tapi buat apa aku harus berlari keluar, aku
sudah bertekad untuk tak keluar malam ini, biarlah mereka menghabiskan suara
dan kekayan yang mereka hasilkan dari menengadahkan tangan kepada bapak mak
mereka hanya untu berteriak dan membeli bom-bom berwarna itu.
Aku ingin tidur nyenyak malam ini selagi teman malamku
sedang tak ingin menggangu malamku, akan aku puaskan tidurku. Awalnya aku
berpikir begitu. Ternyata keinginanku untuk tidur pulas malam ini tak bisa.
Mereka berisik membuatku kesal saja. Tidak tahu apa mereka, kalau aku sedang
berusaha menkmati malamku tanpa ada gangguan. Oohh siaal.
Sudah lewat tengah malam, tapi masih saja aku tak bisa
tidur, dengan setia dan kesabaranku yang begitu ekstra besar dan kuat, aku
biasakan telingaku mendengar letusan-letusan dan suara jeritan malam ini, yaa
hanya malam ini. Dengan posisi tidur yang tak beraturan aku berusaha memasuki
dunia lain dari sisi otakku yang ruwet. Tapi memang susah, sekuat apapun
usahaku untuk tidur malam ini, rasanya sia-sia, hanya menambah rasa sakit kedua
pundak bagian belakangku karena terlalu sering bolak balik posisi tidur.
Kapan mereka akan selesai meniup trompetlah, berteriak,
membakar sumbu bom berwarna mereka. Memang seharusnya aku tak perlu marah pada
mereka, bukan hanya mereka yang melakukan itu malam ini, bahkan diseluruh
plosok dan belahan bumi melakukan hal yang sama seperti yang mereka lakukan.
Tapi aku kesal, aku sendiri di kamar.
Ayo lah mata, terpejamlah, dengan tidur aku akan dapat
menghilangkan rasa aneh ini. Dengan begitu aku takkan marah-marah tak jelas
begini. “Umpatku dengan menutup kedua mataku dengan telapak tanganku
kuat-kuat.”
Setengah dua pagi yaa, akhirnya semuanya sepi, sepertinya
mereka sudah mengantuk, sama seperti apa yang aku alami dari tadi. Yaa sudah
tidur yang nyenyak kalian. Para pengganggu tidurku malam ini.
Yaa baiklah kini aku sudah siap untuk benar-benar tidur pulas.
Ku pasang head set kesayangan dan SELAMAT MALAM PERGANTIAN TAHUN. Malam ini
malam tahun barukan, malam terompet, kembang api yang aku sebut bom berwarana
dinyalakan, dan sorak sorai penduduk bumi. Tanggal 01 Bulan 01 Tahun 2013.
Akhirnya . .
0 komentar:
Posting Komentar